Pages

Rabu, 27 Juni 2012

The Avengers From Indonesia

Pada jaman dulu kala, hiduplah seorang pria bernama Gatotkaca, kehidupan Gatotkaca sangatlah sederhana, Gatotkaca anak tunggal, otomatis Gatotkaca yang menjadi tulang punggung keluarganya. Suatu hari pergilah Gatotkaca kesungai untuk memancing ikan buat makan malam keluarga mereka .

Setelah sekian lama menunggu, sampai Gatotkaca memutuskan untuk membatalkan memancing dan ingin 
kembali pulang kerumah, tak disangka pancing Gatotkaca pun disambar ikan: ''aduh, akhirnya nyangkut juga ini ikan'' ucap Gatotkaca. Setelah Gatotkaca mendapatkan ikan, walaupun itu hanya 1, Gatotkaca bergegas untuk kembali kerumah, karena hari sudah semakin gelap, Gatotkaca berlari kerumah, tiba-tiba ikan yang Gatotkaca pegang terjatuh, dan dari ikan tersebut mengeluarkan cahaya yang begitu menyilaukan, dan ikan tersebut berubah menjadi seorang perempuan cantik, Gatotkaca pun berhenti dan terdiam tanda kebingungan, lalu Gatotkaca pun bertanya kepada perempuan tersebut:  ''Hey, Siapa kamu sebenarnya ?'' ucap Gatotkaca, ''Saya Sukiem om'' kata wanita tersebut. ''Dari mana kamu berasal ?'', ''Saya berasal dari ikan yang om tangkap tadi'', ''Ha? Saya nda bermimpin kan ?'', ''Nda kok om''. Gatotkaca pun semakin bingung dengan apa dia lihat lalu Gatotkaca pun memutuskan untuk mengajak Sukiem, Putri Duyung tersebut kerumahnya untuk diperkenalkan kepada orangtuanya .  Tapi Sukiem tidak mau menerima tawaran Gatotkaca tersebut, sebagai permintaan maafnya, Sukiem memberikan sebuah palu-palu sakti kepada Gatotkaca, ketika Gatot menerima dan memegang palu-palu tersebut, tiba-tiba langit menjadi gelap dan petir
dengan cepat menyambar palu-palu yang dipegang oleh Gatotkaca, Gatotkaca pun merasakan ada sesuatu yang terjadi pada dirinya, saat hendak mau menanyakan kepada Sukiem apa yang terjadi pada dirinya, ternyata Sukiem sudah menghilang . Gatotkaca menjadi bingung ''Siapa Sukiem sebenarnya?'' Apakah Sukiem adalah malaikat yang diturunkan dari langit ?'' Gatotkaca lalu kembali kerumah. Keesokan harinya Gatotkaca bermain Playstation dirumah tetangganya, lalu ibu Gatotkaca pun memanggil Gatotkaca disuruh oleh ibunya untuk pergi menimba disumur, tetapi Gatotkaca tidak menghiraukan apa yang disampaikan oleh ibunya, 






Senin, 25 Juni 2012

Upacara Adat Kami Sulawesi Selatan



Rambu Solo adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan keluarga yang almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada mendiang yang telah pergi.


Tingkatan upacara Rambu Solo

Upacara Rambu Solo terbagi dalam beberapa tingkatan yang mengacu pada strata sosial masyarakat Toraja, yakni:
  •     Dipasang Bongi: Upacara pemakaman yang hanya dilaksanakan dalam satu malam saja.
  •     Dipatallung Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama tiga malam 
  •     Dipalimang Bongi: Upacara pemakaman yang berlangsung selama lima malam
  •     Dipapitung Bongi:Upacara pemakaman yang berlangsung selama tujuh malam 
Upacara tertinggi

Biasanya upacara tertinggi dilaksanakan dua kali dengan rentang waktu sekurang kurangnya setahun, upacara yang pertama disebut Aluk Pia biasanya dalam pelaksanaannya bertempat disekitar Tongkonan keluarga yang berduka, sedangkan Upacara kedua yakni upacara Rante biasanya dilaksanakan disebuah lapangan khusus karena upacara yang menjadi puncak dari prosesi pemakaman ini biasanya ditemui berbagai ritual adat yang harus dijalani, seperti : Ma'tundan, Ma'balun (membungkus jenazah), Ma'roto (membubuhkan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah), Ma'Parokko Alang (menurunkan jenazah kelumbung untuk disemayamkan), dan yang terkahir Ma'Palao (yakni mengusung jenazah ketempat peristirahatan yang terakhir).
Berbagai kegiatan budaya yang menarik dipertontonkan pula dalam upacara ini, antara lain :
    * Ma'pasilaga tedong (Adu kerbau), kerbau yang diadu adalah kerbau khas Tana Toraja yang memiliki ciri khas yaitu memiliki tanduk bengkok kebawah ataupun [balukku', sokko] yang berkulit belang (tedang bonga), tedong bonga di Toraja sangat bernilai tinggi harganya sampai ratusan juta; Sisemba' (Adu kaki)
    * Tari tarian yang berkaitan dengan ritus rambu solo' seperti : Pa'Badong, Pa'Dondi, Pa'Randing, Pa'Katia, Pa'papanggan, Passailo dan Pa'pasilaga Tedong; Selanjutnya untuk seni musiknya: Pa'pompang, Pa'dali-dali dan Unnosong.;
    * Ma'tinggoro tedong (Pemotongan kerbau dengan ciri khas masyarkat Toraja, yaitu dengan menebas kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas), biasanya kerbau yang akan disembelih ditambatkan pada sebuah batu yang diberi nama Simbuang Batu.
Kerbau Tedong Bonga adalah termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) merupakan endemik spesies yang hanya terdapat di Tana Toraja. Ke-sulitan pembiakan dan kecenderungan untuk dipotong sebanyak-banyaknya pada upacara adat membuat plasma nutfah (sumber daya genetika) asli itu terancam kelestariannya.
Menjelang usainya Upacara Rambu Solo', keluarga mendiang diwajibkan mengucapkan syukur pada Sang Pencipta yang sekaligus menandakan selesainya upacara pemakaman Rambu Solo'.


PakkarenaKu

Sebagai seni yang berdimensi ritual, Pakarena terus hidup dan menghidupi ruang batin masyarakat Gowa dan sekitarnya. Meski tarian ini sempat menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan. Demikian juga saat seniman Pakarena ditekan gerakan pemurnian Islam Kahar Muzakar karena dianggap bertentangan dengan Islam. Namun begitu tragedi ini tidak menyurutkan hati masyarakat untuk menggeluti aktifitas yang menjadi bagian dari hidup dan kehidupan yang menghubungkan diri mereka dengan Yang Kuasa.
Belakangan ini tangan-tangan seniman kota dan birokrat pemerintah daerah (pemda) telah menyulap Pakarena menjadi industri pariwisata. Dengan bantuan tukang seniman standar estetika diciptakan melalui sanggar-sanggar agar bisa dinikmatin orang luar. Untuk mendongkrak pendapatan daerah, alasannya. Sebagian seniman mengikuti standar resmi dan memperoleh fasilitas pemda. Tapi sebagian seniman lain enggan mengikuti karena dianggap tidak sesuai tradisi adat setempat, meski menanggung resiko tidak memperoleh dana pembinaan pemda atau tidak diundang dalam pertunjukan-pertunjukan.



Tari Kipas Pakarena merupakan ekspresi kesenian masyarakat Gowa yang sering dipentaskan untuk mempromosi pariwisata Sulawesi Selatan. Dalam bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Tarian ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Gowa yang merupakan bekas Kerajaan Gowa.
Tidak ada yang tahu persis sejarah tarian ini. Namun menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Ekspresi kelembutan akan banyak terlihat dalam gerakan tarian ini, mencerminkan karakter perempuan Gowa yang sopan, setia, patuh dan hormat terhadap laki-laki pada umumnya, khususnya terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Seperti gerakan duduk yang menjadi tanda awal dan akhir pementasan tarian Pakarena. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas.
Tarian Kipas Pakarena memiliki aturan yang cukup unik, di mana penarinya tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar, sementara gerakan kakinya tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Tarian ini biasanya berlangsung selama sekitar dua jam, jadi penarinya dituntut untuk memiliki kondisi fisik yang prima.
Sementara itu, tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling akan mengiringi gerakan penari. Gemuruh hentakan Gandrang Pakarena yang berfungi sebagai pengatur irama dianggap sebagai cermin dari watak kaum lelaki Sulawesi Selatan yang keras. Sebagai pengatur irama musik pengiring, pemain Gandrang harus paham dengan gerakan tarian Pakarena. Kelompok pemusik yang mengiringi tarian ini biasanya berjumlah tujuh orang, dan dikenal dengan istilah Gondrong Rinci.
Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala.  Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan.


PahlawanKu


Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. dia diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655). 

Sementara itu belanda memberinya gelar de Haav van de Oesten alias Ayam Jantan dari Timur karena kegigihannya dan keberaniannya dalam melawan Kolonial belanda. Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, merupakan putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni.
Peperangan antara VOC dan Kerajaan Gowa (Sultan Hasanuddin) dimulai pada tahun 1660. Saat itu Belanda dibantu oleh Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan taklukan dari Kerajaan Gowa. Pada peperangan tersebut, Panglima Bone, Tobala akhirnya tewas tetapi Aru Palaka berhasil meloloskan diri dan perang tersebut berakhir dengan perdamaian. Akan tetapi, perjanjian dama tersebut tidak berlangsung lama karena Sultan Hasanuddin yang merasa dirugikan kemudian menyerang dan merompak dua kapal Belanda , yaitu de Walvis dan Leeuwin. Belanda pun marah besar. 

Lalu Belanda mengirimkan armada perangnya yang besar yang dipimpin oleh Cornelis Speelman. Aru palaka, penguasa Kerajaan Bone juga ikut menyerang Kerajaan Gowa. Sultan Hasanuddin akhirnya terdesak dan akhirnya sepakat untuk menandatangani perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667. Pada tanggal 12 April 1668, Sultan Hasanuddin kembali melakukan serangan terhadap Belanda. Namun karena Belanda sudah kuat maka Benteng Sombaopu yang merupakan pertahanan terakhir Kerajaan Gowa berhasil dikuasai Belanda. Hingga akhir hidupnya, Sultan Hasanuddin tetap tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Untuk Menghormati jasa-jasanya, Pemerintah menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepadanya dengan SK Presiden Ri No 087/TK/1973. 



Sabtu, 23 Juni 2012

Liburan OSIS


Dalam rangka acara study tour dan liburan OSIS SMAN 15 MAKASSAR kami merencanakan untuk berkunjung disalah satu daerah di Barru, lebih tepatnya di SMAN 1 BARRU, setelah semua telah direncanakan dengan baik, saatnya buat kita untuk pergi kesana, hanya dengan 1 bus yang digunakan untuk pergi kesana, pukul 06:00 pagi, kami berkumpul disekolah untuk bersiap-siap untuk Study Tour kami, saat itu Hujan turun dengan deras yang menghambat perjalanan kami, dengan berat hati pun kami putuskan untuk menunggu sampai hujan berhenti, sekitar 1 jam lebih, hujan tampaknya sudah terlihat seperti setetes air yang turun, itu berarti hujan akan berhenti .
Setelah hujan berhenti, kami berlomba-lomba untuk naik ke bus, untuk mencari tempat yang nyaman buat perjalanan jauh ini, dan akhirnya bus pun penuh, berdoa kami lakukan terlebih dahulu untuk melakukan perjalanan panjang, dan tak disangka mesin bus pun dinyalakan dan hanya beberapa detik saja bus kami pun jalan. Untuk lebih menghemat waktu kami melewati jalan tol, karna berhubung letak sekolah kami juga di tol, 5 menit tak terasa, Ujung jalan tol pun sudah kami lewati, dan saatnya untuk memasuki Kabupaten Maros, perhentian pertama kami berhenti disalah satu tokoh makanan ‘Roti Maros’ untuk mengganjal perut dalam perjalanan, dan perjalanan kami lanjutkan, saat melihat teman sebangku kiri dan kanan rasanya sudah lelah dan sudah banyak yang tertidur, tertidur selama 1jam tak terasa sudah terlihat hamparan sawah yang siap panen, tebing-tebing dan sungai kecil untuk mengairi sawah, 1 jam tertidur kembali dan tiba dilaut yang sangat panjang, perjalanan yang rasanya buat perut berguncang dan sakit perut, kami hentikan untuk singgah sholat dan makan siang , setelah perut kami full, perjalanan kami lanjutkan, tiba-tiba salah satu Guru Pembibing kami membangunkan kami untuk bersiap-siap, karena kita sudah tiba diBarru, Sudah terlhat tulisan Welcome to SMAN 1 BARRU bus pun berhenti 

















Jumat, 22 Juni 2012

Lagu Daerah Sulawesi

1. Ongkona Sidenreng
tenna bosi ri ulunna
alla tenna bosi
tenna bosi ri ulunna

na lempe ri to'danna
na lempe ri to'danna
na mali lebba e
na mali lebba e

iya lebba mutaroe
alla iya lebba
iya lebba mutaroe

tessape teng malullu
tessape teng malullu
nateya lajo unga
nateya lajo unga

lajo unga ri sesasi
alla lajo unga
lajo unga ri sesasi

sabbe siri jaisi
sabbe siri jaisi
nabaru paimeng
nabaru paimeng

mau ribaru paimeng
alla mau ribaru
mau ribaru paimeng

teng pada-pada tona
teng pada-pada tona
ri munga melle'na
rI munga melle'na
2. Lembang Suara 
Antanai sola dua umpami sa’penawa.
Bassin bassin na Toraya, suling na Jogjakarta.
Umba ila dipapada di pasi alaoni.
Ke denni angin mangiri, bara’ tili uliu.
Umbai manda’ ki’ dao si deken lengo-lengo.
Garaganki’ lembang sura’ lopi di maya-maya.
Antanai sola dua umpami sa’penawa.
Ke denni angin mangiri, bara’ tili uliu.
Umbai manda’ ki’ dao si deken lengo-lengo.
Bassin bassin na Toraya, suling na Jogjakarta.
Umba ila dipapada di pasi alaoni.
Allon ni ko batu pirri’ batu tang polo-polo.
Umbai polori batu ba la polo inawa.
Bassin bassin na Toraya, suling na Jogjakarta.
Umba ila dipapada di pasi alaoni.

Marendeng Marampa, Kadadianku
Dio Padang di gente' toraya,
Lebukan Sulawesi

Mellombok, membuntu, 
mentanete na
Nakabu' uma sia pa'lak.
Nasakkai' Salu Sa'dan

Kami sangtorayan,
umba-umba padang kiolai
maparri' masussa kirampoi
tang kipomabanda penaa'
iyamo passanan tengko ki
umpasundun rongko' ki.

4. Mappadendang 
Ooo Saripa asenna
Ana tungke na kalie
malemma ri ada ada
na melebbi ri kedona

Tepu baja toranna
lima wettu tenna sekka
siratangngi makessing
riampe ampe

Ooo saripa asenna
mabolong bolong cenning
welua mabbombang bombang
masa gala ro rapanna

Iya miro sayanna
saba welamg pelang mopi
tenrissengi tenrisseng
kegae na poji

Maraja ro cinnaku
lao ri iko saripa
bara mutarima mui
namasennang atie

Ooo saripa saripa
bali ndi sengerekku
natosi pammase mase
sipuppureng lino

Saripa ooo saripa
saripa tau ripojikku
5. Tulolona Sulawesi
Malabbiri memeng tongi, tulolonna sulawesi
Malabbiri memeng tongi, tulolonna Sulawesi
Ma’baju bodo ma’baju bodo 
Mangingking lipa’ sabbena
Baju bodo kasa’ eja lipa sabbe cura la’ba
Baju bodo kasa’ eja lipa sabbe cura la’ba
Bunga nigubah bunga nigubah
Ta’dongko ri simbolengna
Soe-soe na limanna angka’-angka’na bangkengna
Soe-soe na limanna angka’-angka’na bangkengna
King-kinh lipa’ na king-king lipa’ na
Sage kanangi ri cini
Tunai ri kana-kana tutui ri panngaukang
Tunai ri kana-kana tutui ri panngaukang
Ma’baji’ ampe am’baji’ ampe
Alusuri panggaukang
Tulolonna Sulawesi
Tulolonna sulawesi

Munche's Family In Toraja